Selasa, 06 April 2010

Amien Rais Pahlawan Reformasi


PAN atau Partai Amanat Nasional yang dilahirkan pada 23 Agustus 2008 adalah partai reformis. PAN didirikan dari hasil Tanwir Muhammadiyah yang mengatakan perlunya warga Muhammadiyah mewujudkan cita-cita perjuangan melalui bidang politik. Di dukung penuh oleh aktivis pro reformasi dan demokrasi maka PAN di deklarasikan.

Amien Rais didaulat menjadi Ketua Umum dan kemudian Faisal Basri sebagai Sekjend. Amien Rais yang waktu itu telah dianggat menjadi "Pahlawan reformasi" oleh masyarakat karena telah berhasil menggulingkan tirani kekuasaan Soeharto maka menjadi daya tarik dan juga menjadi tokoh yang kharismatik. PAN didukung penuh oleh lapisan masyarakat dan juga tentunya kader Muhammadiyah.

Aku sendiri sangat senang dan cinta mati dengan PAN. waktu itu Aku masih kelas 4 SD waktu PAN dideklarasikan. Kemudian di Yogyakarta PAN juga dideklarasikan dan juga banyak Barisan Simpati bermunculan dimana-mana. Seperti Bhaskara, Ijtihad, Baruna, Blue Safir, Badar, Madani, Ganesha, Ababil, dll. Mereka membentuk barisan simpati dengan suka rela tanpa dibayar bahkan mengeluarkan uang untuk membeli atribut kaos, baju, celana, dan juga bensin untuk kampanye.

kemudian Tahun 1999 Aku waktu itu masih tinggal di Gambiran. kampung yang mayoritasnya dikenal dengan kampung Marhein. Tetapi bersama remaja dan juga anak-anak muda yang lain berusaha untuk meyakinkan warga bahwa PAN adalah Partai yang terbaik, jujur, bersih, dan anti korupsi. Aku walaupun masih kecil sekali tetap semangat dan juga sering ikut kampanye bersama rombongan dari Ijtihad atau Bhaskara dari Kotagede.

Bhaskara merupakan pelopor kampanye modern & atraktif. Karena dengan mengunakan motor dan baris 3 atau 5 kemudian diiringi bunyi knalpot maka melakukan atraksi yang sangat bagus. Bahkan kampanye PAN ini juga mejadi inspirasi partai-partai yang lain di yogyakarta maupun diberbagai daerah di Indonesia. kampanye PAN sangat sopan, tidak pernah memenuhi jalan, pasti setengah, dan apabila lewat didepan orang meninggal pasti knalpot dimatikan dan juga semua disuruh jalan. "LUAR BIASA". Jarang kampanye partai lain mengikuti

Aku hampir tidak pernah absen mengikuti kampanye PAN di yogyakarta. Selalu bersama saudaraku yang tinggal di gambiran dan juga tetanggaku. Bahkan Aku rela mengeluarkan uang saku ku yang waktu itu bisa dikatakan juga gak banyak untuk anak ukuran SD kelas 5. Ketika kampanye dilakukan bukan dihari Ahad, aku berusaha untuk ikut. Yaitu aku selalu memohon kepada orang tua agar dijinkan dan nanti mengikuti pelajaran di Sekolah tidak sampai selesai. Aku pernah membolos sekolah demi untuk kampanye PAN, dan bilang ke orang tua kalo libur karena ada rapat guru... hehe :)

Aku juga ikut membuat bendera dan juga memasang sampai malam hari, walaupun waktu itu masih kecil dan juga besoknya sekolah, tetapi Orang tua selalu mengiinkan dengan syarat belajar terlebih dahulu. Memasang bendera di kampung dan juga di sepanjang jalan.

Amien Rais memang menajdi tokoh idolaku sejak kecil. Ketika Muktamar di Aceh tahun 1995 aku mulai mengenal Amien Rais (padahal waktu itu aku baru kelas 2 SD). Ayah ku selalu menceritakan sosok Amien Rais yang berani, jujur, cerdas dan juga selalu menentang kebijakan Orde Baru yang tidak pro rakyat. hampir selalu aku mengikuti berita dan informasi tentang Amien Rais dan juga selalu mengikuti pembincaraan orang dewasa "nguping".

Ketika pada Pemilu 1999 perolehan suara PAN memang kurang besar hanya mampu sekitar 7,8 %. Namun prestasi itu talah berhasil mengangkat Amien Rais sebagai Ketua MPR. yang telah mampu menorehkan tinta emas dalam sejarah MPR. diantaranya adalah berhasil mengamandemen UUD seperti dalam pasal pemilihan Presiden & Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat, pembatasan jabatan Presiden 2 Periode.

Pada tahun 2004 ketika Pemelihan Presiden secara langsung, Amien Rais mencalonkan diri bersama Siswono Yudohusodo. Aku senang bukan main. Karena saat yang telah di tunggu akhirnya datang juga. Aku juga bersamangat kampanye bersama Baruna dan juga warga Kauman Yogyakarta. Aku berharap dalam Pemilu itu dapat terpilih pemimpin yang benar-benar dapat membuat bangsa ini segera keluar dari krisis dan juga menjadi negara yang disegani oleh bangsa lain dan juga menjadi macan asia lagi.

namun semua berkata lain Amien Rais gagal terpilih sebagai Presiden karena hanya mampu memperoleh 16 % suara. Sehingga tidak lolos putaran kedua. Ternyata masyarakat Indonesia tidak mau berubah. mereka lebih senang dipimpin oleh orang yang bermodal tampang dari pada bermodal otak. Amin Rais yang telah membangun reformasi dari 0 ternyata tidak dinggap berjasa oleh masyarakat. Mereka justru memilih orang-orang yang tidak "berkeringat" dalam reformasi. Demokrasi yang dibangun susah payah ternyata harus dinodai oleh orang-orang reformis gadungan.

Aku waktu itu jadi berpikir, pantas saja jika Indonesia tidak pernah bisa maju, karena masyarakatnya ternyata tidak mau dipimpin oleh orang yang berani, jujur, cerdas, reformi. Ingat Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum dia mengubah nasibnya sendiri. Artinya adalah kita disuruh berusaha semaksimal mungin dengan cara apa? ya dengan memilih pemimpin yang amanah, sidiq, tablig, dan fathnah. masyarat Indonesia hanya menjadi termajinalkan oleh negara-negara lain akibat tidak mau berubah dan terus saja dikuasai asing.

UU Migas, UU pertanian, UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, UU BUMN, UU Perbankan, dll adalah bukti nyata bahwa kita saat ini belum merdeka dan masih dalam pengaruh asing yang masih kuat. Kenapa kita mau memilih pemimpin yang mau tunduk dan patuh kepada asing. Kita negara berdaulat, kita negara mandiri, kita negara Indonesia yang harus bisa berani.

Dibutuhkan figur Amien Rais di Indonesia yang dapat berani terhadap asing dan berani secara tegas. Semoga akan muncul generasi seperti Amien Rais yang dapat membuat Indonesia menjadi negara yang Sejahtera, adil dan makmur terutama dari kalangan Muhammadiyah. Amien.




Senin, 05 April 2010

Lomba Debat AMM Kota Jogja




Pada haru Ahad yang lalu 4 April 2010. AMM Kota Jogja menyelenggarakan Debat Kader. Saya mengikuti lomba tersebut mewakili dari AMM Kauman / PCPM Gondomanan bersama Lifthya Akmala dan Azka Ramadhan.

Ada yang aneh dalam lomba debat itu. Karena sebelumnya peserta ganti-ganti! Pada awalnya yang ikut adalah Saya, Azka dan Prama. Namun karena ada acara di Sekolahnya maka kemudian Prama mengunurkan diri dan Kemudian digantikan oleh Manti.

Tetapi Manti pun juga menyatakan tida bisa karena sesuatu hal. Kemudian diganti oleh
Lifthya Akmala atau Iffah. Debat yang katanya dimulai pukul 08.00 itu molor hampir 2 jam. karena baru bertemu 3 orang itu (Aku, Iffah dan Azka) maka kami kami pun saling berdiskusi untuk mengatur strategi.

Seperti soal fatwa rokok, poligami, bunga bank, dll. Kemudian debat dimulai dan kami pun menjawab pertanyaan-pertanyaan dari moderator dan juri. Tentang isu bom bunuh diri, libur hari jum'at,SDIT, dll. Ada yang menarik ketika kami mendapatkan pertanyaan tentang "cara pembuatan sim dengan nembak".

kami menjawab bahwa itu tetap tidak bisa dilakukan karena suap, dan suap juga termasuk haram. Harus ada solusi untuk memecahkan masalah itu. karena hal itu telah mendarah daging dan sudah dianggap biasa baik oleh masyarakat maupun oleh Polisi. Budaya instan yang "serba ingin serba cepat" tanpa melalui proses adalah salah satu penyebabnya.

Tetapi anehnya kami bertiga (aku, Iffah dan Azka) membuat SIM itu "ternyata juga melalui nembak". hehe :p

Alhamdulillah kami lolos ke babak final disitu kami di serang tentang pertanyaan. mengapa banyak sekolah Muhammadiyah berganti dengan SDIT. Sebenarya jika kita mengabungkan konsep SDIT dengan Muhammadiyah yang sudah baik maka akan terjadi sekolah yang luar biasa. tetapi tidak merubah Ideologi Muhammadiyah. Karena sampai kapanpun Ideologi Muhammadiyah adalah harga mati !

Sebenarnya KHA Dahlan dulu juga meniru konsep pendidikan Belanda yang notabene adalah "kafir". Dulu sekolah-sekolah Islam dan juga pondok pesantren Islam semuanya masih mnenggunakan cara konvensionala sekali. Mereka sekolah hanya lesehan, tanpa seragam, tanpa menggunakan meja, kursi, papan tulis dan menggunakan sarung.

KHA Dahlan mendobrak cara-cara konvensional itu dengan cara merombak, merevolusi, menginovasi itu dengan meniru cara Belanda. Sekolah Muhammadiyah menggunakan seragam, meja, kursi, papan tulis, boleh menggunakan celana panjang. TETAPI IDEOLOGI TETAP MENGGUNAKAN MUHAMMADIYAH.

jadi jika kita mengadopsi cara SDIT tetapi Ideologi tetap menggunakan Muhammadiyah, dan juga segmentasi akan lebih luas kenapa tidak ?


Oh ya, semoga kami menang dalam lomba debat AMM Kota Jogja. Amien

INDONESIA DI KEPUNG ASING!!!


Indonesia merupakan negara yang berada dikawasan Asia Tenggara. Indonesia yang saat ini mempunyai penduduk sekitar 220 juta. Namun lebih dari 50 juta masyarakatnya berada dalam garis kemiskinan. Kita telah merdeka lebih dari 65 tahun namun hanya sedikit sekali yang benar-benar dapat menikmati "kemerdekaan".

Masyarakat Indonesia saat ini memang tidak mengalami penjajahan secara fisik lagi. Namuun penjajahan dalam bidang lain kita masih mengalami bahkan lebih parah. Saat ini Indonesia yang mempunyai Sumber Daya Alam yang sangat banyak mulai dari minyak, gas alam, batu bara, dll telah menjadi incaran bagi asing.

Negeri yang di bangun dengan susah payah ini ternyata telah digadaikan oleh para orang-orang yang bermental kapitalis. Seperti dengan privatisasi BUMN yang secara membabi buta seperti Indosat, BCA, Semen Gresik, kapal tanker pertamina, Blok Cepu, dll.

Dalam blok cepu disitu terdapat kandungan minyak yang sangat besar. Pemerintah ternyata lebih percaya memberikan eksplorasi minyak kepada pihak Amerika dalam hal ini Exxon. Padahal Pertamina sendiri mampu untuk eksplorasi minya tersebut. Ada hal aneh lagi dalam kasus Freeport yang dulu perusahaan emas yang sangat kecil. Namun setelah mengeksplorasi emas secara membabi buta di papua maka menjadi perusahaan emas no 1 di Dunia. Di sana terdapat kandungan emas terbesar di dunia, dan bahkan ada perak, tembaga, nikel, uranium. Belum lagi blok natuna yang diperebutkan karena menyimpan cadangan minyak terbesar didunia.

Tidak cukup sampai disini kepentingan asing memang sangat kuat disini. Mereka ada dalam lingkaran kekuatan setan yang telah mengakar seperti memberikan bantuan kredit kepada negara berkembang termasuk Indonesia kemudian mendekte dengan cara sesuka hatinya. Melalui IMF, ADB, World Bank,dll. Mereka telah berhasil menekan pemerintah melalui regulasi di dalam negeri seperti UU Migas, UU pertanian, UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, UU BUMN, UU Perbankan, dll.

Dengan cara membuat UU itu maka mereka secara "sah" telah berhasil merampok uang Indonesia untuk dibawa kenegaranya. Undang-undang itu semuanya intinya membolehkan asing menguasai ekonomi, pertanian, migas di Indonesia.

Menurut pakar ekonomi Kwik Kwan Gie Indonesia melalui Pertamina hanya menguasai 8 % pengelolaan migas. Sedangkan 92 % telah dikuasai oleh Asing diseluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Perusahaan itu seperti caltek, Exxon, Shell,Freeport, dll telah menjarah kekayaan dalam negri kita. bahkan setelah melalukan eksplorasi tidak melakukan rehabilitasi terhadap lingungkan sehingga menyebakan bahaya bagi masyarakat yang ada disekitar.

Sang Pahlawan Reformasi Amien Rais bahkan mengatakan bahwa Indonesia hanya menjadi bangsa jonggos. yaitu bangsa kuli di negeri sendiri. Melalui kontrak karya yang mencapai 30 tahun kita tidak bisa apa-apa dengan adanya eksplorasi terhadap kekayaan negeri kita.

Perlu adanya langkah keberanian untuk menyadarkan para penyelenggara negara dan juga masyarakat. bahwa sekarang ini penjajahan terhadap bangsa kita semakin gila. INDONESIA DI KEPUNG ASING!!! dan ini harus kita lawan. Inilah merupakan bentuk Jihad kita terhadap perampasan hak yang seharusnya milik kita. Kita benar jadi kenapa mesti takut.

Pemerintah seharusnya berani melakukan renegosisasi kontrak terhadap perusahaan-perusahaan yang telah merampas, merampok, membajak, memalak, menjarah dan juga telah maling. Indonesia harus mendapatkan keutungan yang adil. minimal 75 % dari seluruh pendapatan ekspolrasi. dann juga perlu adanya audit ekspolarsi dan juga rehabilitasi lingkungan. Jika tidak mau silahkan angkat kaki dari Indonesia.

Jika Brasil, Argentina, Venezuela, India berhasil kenapa kita tidak!
Indonesia pernah menjadi macan Asia. Saatnya kita kembalikan kejayaan Indonesia lagi.
harus berani, harus mau, harus bisa, dan harus berhasilngeri sendiri.

Kamis, 01 April 2010

” Ibu dan Facebook”


Puisi berjudul ” Ibu dan Facebook”




Ibu
Facebook
Hubungannya erat sekali.

Setiap hari, sehabis mandi
selesai makan
Sehabis apapun…

Dalam hatiku,
aku berpikir
mau kemanakah gerangan ia.
Notebook.

Tapi apa yang selalu ia lihat di notebook
Facebook.

Setiap hari, tawanya menggema

Sampai kapankah hubungan erat antara Ibu dan Facebook
Mungkin sampai akhir hayatnya.

Notebooknya akan dibawa
nya… ke…surga




Inilah puisi yang merupakan sindiran dari anak kecil kelas 4 SD kepada Ibunya yang setiap hari selalu asik Facebook. Anak kecil di usia dia memang masih butuh perhatian dari Orang tuanya terutama Ibunya.

Anak kecil masih butuh kasih sayang, perhatian juga untuk menemani belajar & bermain. Facebook telah menjadi gaya hidup di sebagian kota besar di Indonesia. setiap orang pasti punya facebook dan setiap orang pasti akan "update status" walaupun hanya untuk yang tidak penting.

seperti hanya makan, tidur, kamar mandi, dll. Kita boleh saja asik facebook tapi jangan lupa dengan lingungan kita yang saat ini butuh perhatian. Seperti keluarga, sahabat, pacar, dll.

Sang Surya "Mati Suri'' di Rumah Sendiri


Mungkin kalimat diatas begitu ekstrim ketika pertama kali kita baca mengapa? Karena Kauman Yogyakarta yang selama ini menjadi kiblat Persyarikatan Muhammadiyah nampaknya telah menjadi mati suri.

Hal ini terlihat dari semakin dekatkanya persiapan Mukatamar 1 Abad Muhammadiyah namun warga & PRM tetap tenang-tenang saja. Padahal nanti puluhan ribu bahkan ratusan ribu Pengembira dari seluruh Indonesia akan memadati Kota Yogyakarta.

Mereka ingin menjadi saksi Muktamar 1 Abad Muhammadiyah. Bahkan dibernagai daerah telah menyiapkan ini dengan menabung setahun sebelumnya DEMI UNTUK DATANG KE JOGJA.
Ada yang dari Makasar, Kendari, Pontianak, Padang, Aceh, dll. Walaupun ongkos untuk menuju Jogja sangat mahal & juga kebutuhan hidup sekarang serba naik namun mereka tetap antusias.

Menurut Saya, mereka ke Jogja ada 3 tujuan tempat utama yang mereka tuju. Yaitu UMY, Malioboro dan Kauman. UMY merupakan tempat dilaksanannya Muktamar Muhammadiyah, sedangkan Malioboro adalah jantung kota Jogja yang sudah melegenda diseluruh dunia dengan aneka kerajinannya yang terkenal sangan murah. Sedangkan Kauman merupakan tempat kelahiran Persyarikatan Muhammadiyah didirikan.

Sampai saat ini Kauman masih sangat jauh persiapannya dengan kampung-kampung Muhammadiyah yang ada di Yogyakarta. Di kampung lain saat ini sudah begitu semarak dan bagus. sedangkan di Kauman bisa diblang baru siap 20 %.

Hal ini bisa dilihal dari indikasi Milad 1 Abad Muhammadiyah yang sangat kurang, serta AMM Kauman yang sangat gencar melakukan persiapan untuk Muktamar nampaknya kurang mendapatkan respon warga. Seperti dalam inisatif Pemuda Muhammadiyah Kauman yang telah bersusah payah mencoba menyerakan Kauman dengan pengadaan Lampion Muktamar.

Diharapkan setiap rumah membeli dan memasang lampion saat Muktamar nanti, namun teryata animo warga Kauman sangat minim. Yang memesan sampai saat ini masih bisa dihitung dengan jari.

Sampai kapan hal ini akan terus berlanjut?
Hanya warga Kauman yang dapat menjawabnya.
Semoga seiring dengan semakin dekatnya MUktamar 1 Abad Muhammadiyah, maka kesadaran dan antusias warga meningkat. Amien

Senin, 29 Maret 2010

Pak Amien Aqidahnya masih lurus... Amien Rais Mengkritik Pluralisme Aktivis Muhammadiyah yang Kebablasan


(wartaislam.com) Tokoh senior Muhammadiyah, Prof. Dr. M. Amien Rais membuat pernyataan yang mengagetkan bagi banyak kaum liberal di Indonesia. Dalam wawancara dengan Majalah Tabligh terbitan Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah, edisi Maret 2010, Amien Rais secara terbuka mengkritik tokoh-tokoh dan aktivis Muhammadiyah yang sudah secara kebablasan menyebarkan paham Pluralisme dan meninggalkan wacana Tauhid. Untuk lebih jelasnya, kita ikuti sebagian wawancara tersebut.

Pandangan Anda mengenai aliran pluralisme?
Akhir-akhir ini saya melihat istilah pluralisme yang sesungguhnya indah dan anggun justru telah ditafsirkan secara kebablasan. Sesungguhnya toleransi dan kemajemukan telah diajarkan secara baku dalam Al-Quran. Memang Al-Quran mengatakan hanya agama Islam yang diakui di sisi Allah, namun koeksistensi atau hidup berdampingan secara damai antar-umat beragama juga sangat jelas diajarkan melalui ayat, lakum diinukum waliyadin. Bagiku agamaku dan bagimu agamamu. Dalam istilah yang lebih teknis, wishfull coexistent among religions, atau hidup berdamai antar umat beragama di muka bumi.

Tidak ada yang keliru dari aliran pluralisme ?
Nah, karena itu tidak ada yang salah kalau misalnya seorang Islam awam atau seorang tokoh Islam mengajak kita menghormati pluralisme. Karena tarikh Nabi sendiri itu juga penuh ajaran toleransi antarberagama. Malahan antar-umat beragama boleh melakukan kemitraan di dalam peperangan sekalipun. Banyak peristiwa di zaman Nabi ketika umat Nasrani bergabung dengan tentara Islam untuk menghalau musuh yang akan menyerang Madinah.

Apa yang dibablaskan ?
Saya prihatin ada usaha-usaha ingin membablaskan pluralisme yang bagus itu menjadi sebuah pendapat yang ekstrim, yaitu pada dasarnya mereka mengatakan agama itu sama saja. Mengapa sama saja? Karena tiap agama itu mencintai kebenaran. Dan tiap agama mendidik pemeluknya untuk memegang moral yang jelas dalam membedakan baik dan buruk. Saya kira kalau seorang muslim sudah mengatakan bahwa semua agama itu sama, maka tidak ada gunanya sholat lima waktu, bayar zakat, puasa Ramadhan, pergi haji, dan sebagainya. Karena itu agama jelas tidak sama. Kalau agama sama, banyak ayat Al-Quran yang harus dihapus. Nah, kalau sampai ajaran bahwa “semua agama sama saja” diterima oleh kalangan muda Islam; itu artinya, mereka tidak perlu lagi sholat, tidak perlu lagi memegang tuntunan syariat Islam. Kalau sampai mereka terbuai dan terhanyutkan oleh pendapat yang sangat berbahaya ini, akhirnya mereka bisa bergonta-ganti agama dengan mudah seperti bergonta-ganti celana dalam atau kaos kaki.

Apakah kebablasan pluralisme karena faktor kesengajaan atau rekayasa?
Saya kira jelas sekali adanya think tank atau dapur-dapur pemikiran yang sangat tidak suka kepada agama Allah, kemudian membuat bualan yang kedengarannya enak di kuping: semua agama itu sama. Jika agama itu sama, lantas apa gunanya ada masjid, ada gereja, ada kelenteng, ada vihara, ada sinagog, dan lain sebagainya.

Yang dimaksud dengan think tank ?
Saya yakin think tank itu ada di negara-negara maju yang punya dana berlebih, punya kemewahan untuk memikirkan bagaimana melakukan ghazwul fikri (perang intelektual terhadap dunia Islam). Misalnya, kepada dunia Islam ditawarkan paham lâ diniyah sekularisme yang menganggap agama tidak penting, termasuk di dalamnya pluralisme, yang kelihatannya indah, tapi ujung-ujungnya adalah ingin menipiskan aqidah Islam supaya kemudian kaum Muslim tidak mempunyai fokus lagi. Bayangkan kalau intelektual generasi muda Islam sudah tipis imannya, selangkah lagi akan menjadi manusia sekuler, bahkan tidak mustahil mereka menjadi pembenci agamanya sendiri.

Sepertinya aliran pluralisme itu sudah masuk ke kalangan muda Muhammadiyah, pendapat Anda?
Kalau sampai aliran pluralisme masuk ke kalangan muda Muhammadiyah, ini musibah yang perlu diratapi. Oleh karena itu, saya menganjurkan sebelum mereka membaca buku-buku profesor dari Amerika dan Eropa, bacalah Al-Quran terlebih dahulu. Saya sendiri yang sudah tua begini, 66 tahun, sebelum saya membaca buku-buku Barat, baca Al-Quran dulu. Karena orang yang sudah baca Al-Quran, dia akan sampai pada kesimpulan bahwa berbagai ideologi yang ditawarkan oleh manusia seperti mainan anak-anak yang tidak berbobot. Jika meminjam istilah Sayyid Quthb, seorang yang duduk di bawah perlindungan Al-Quran ibarat sedang duduk di bukit yang tinggi, kemudian melihat anak-anak sedang bermain-main dengan mainannya. Orang yang sudah paham Al-Quran akan bisa merasakan bahwa ideologi yang sifatnya man-made, buatan manusia, itu hanya lucu-lucuan saja. Hanya menghibur diri sesaat, untuk memenuhi kehausan intelektual ala kadarnya. Setelah itu bingung lagi.

Kenapa paham pluralisme itu bisa masuk ke kalangan muda Muhammadiyah? Apa karena Muhammadiyah terlalu terbuka atau karena sistem kaderisasi?
Hal ini perlu dipikirkan oleh pimpinan Muhammadiyah. Saya melihat, banyak kalangan muda Muhammadiyah yang sudah eksodus. Kadang-kadang masuk ke gerakan fundamentalisme, tapi juga tidak sedikit yang masuk Islam Liberal. Islam yang sudah melacurkan prinsipnya dengan berbagai nilai-nilai luar Islam. Hanya karena latah. Karena ingin mendapatkan ridho manusia, bukan ridho Ilahi. Oleh karena itu, lewat majalah Tabligh, saya ingin mengimbau kepada anak-anak saya, calon-calon intelektual Muhammadiyah, baik putra maupun putri, agar menjadikan Al-Quran sebagai rujukan baku. Saya pernah tinggal di Mesir selama satu tahun. Saya pernah diberitahu oleh doktor Muhammad Bahi, seorang intelektual Ikhwan, ketika saya bersilaturahmi ke rumah beliau, beliau mengatakan, “Hei kamu anak muda, kalau kamu kembali ke tanah airmu, kamu jangan merasa menjadi pejuang Muslim kalau kamu belum sanggup membaca Al-Quran satu juz satu hari.”
Waktu itu saya agak tersodok juga, tetapi setelah saya pikirkan, memang betul. Kalau Al-Quran sebagai wahyu ilahi yang betul-betul membawa kita kepada keselamatan dunia-akhirat, kita baca, kita hayati, kita implementasikan, kehidupan kita akan terang benderang. Tapi kalau pegangan kita pada Al-Quran itu setengah hati. Kemudian dikombinasikan dengan sekularisme, dengan pluralisme tanpa batas, dengan eksistensialisme, bahkan dengan hedonisme, maka kehidupan kita akan rusak. Sehingga betul seperti kata pendiri Muhammadiyah dalam sebuah ceramah beliau, “Ad-dâ’u musyârokatullâ hi fii jabarûtih”. Namanya penyakit sosial, politik, hukum, dan lain-lain, itu sejatinya bersumber kepada menyekutukan Allah dalam hal kekuasaannya. Obatnya bukan menambah penyakit, yakni dengan isme-isme yang kebablasan, tapi obatnya itu, “adwâ’uhâ tauhîddullâhi haqqa”. Obatnya adalah tauhid dengan sungguh-sungguh.

Jadi, saya juga ingat dengan kata-kata Mohammad Iqbal: “The sign of a kafir is that he is lost in the horizons. The sign of a Mukmin is that the horizons are lost in him.”. Saya pernah termenung beberapa hari setelah membaca pernyataan Mohammad Iqbal yang sangat tajam itu. Karena betapa seorang mukmin akan begitu jelas, begitu paham, begitu terang benderang memahami persoalan dunia. Sedangkan orang kafir, bingung dan tersesat.

Sepertinya Muhamadiyah mulai terseret arus pluralisme, contohnya pada saat peluncuran novel Si Anak Kampoeng. Penulisnya mengatakan sebagian dari keuntungan penjualan akan digunakan untuk membentuk Gerakan Peduli Pluralisme, pandangan Anda ?
Saya tidak akan mengomentari apa dan siapa. Cuma adik saya yang anggota PP Muhammadiyah, pernah memberikan sedikit kriteria atau ukuran yang sangat bagus. Dia bilang begini, “Kalau orang Muhammadiyah sudah tidak pernah bicara tauhid dan malah bicara hal-hal di luar tauhid, apalagi kesengsrem dengan pluralisme, maka perlu melakukan koreksi diri.” Apakah itu tukang sapu di kantor Muhammadiyah, apakah tukang pembawa surat di kantor Muhammadiyah, apakah profesor botak, sama saja. Kalau sudah tidak kerasan berbicara tauhid, mau dikemanakan Muhammadiyah? Muhammadiyah ini bisa bertahan sampai satu abad, tetap kuat, tidak pikun, dan masih segar, karena tauhidnya. Implementasi tauhidnya di bidang sosial, pendidikan, hukum, politik, itu yang menjadikan Muhammadiyah perkasa dan tidak terbawa arus.

******
Demikianlah wawancara Amien Rais dengan Majalah Tabligh Muhammadiyah. Tidak dapat dipungkiri, bagi kita yang sering membahas bahaya paham Pluralisme Agama, peringatan Amien Rais tesebut sangatlah menggembirakan. Kita gembira, karena ada tokoh yang selama ini banyak berkecimpung di dunia politik, yang biasanya enggan bicara dalam tataran ideologis, justru secara terbuka menyatakan pendiriannya soal akidah Islam.

Simaklah kembali, kata-kata Amien Rais: ”Apakah itu tukang sapu di kantor Muhammadiyah, apakah tukang pembawa surat di kantor Muhammadiyah, apakah profesor botak, sama saja. Kalau sudah tidak kerasan berbicara tauhid, mau dikemanakan Muhammadiyah?”
Peringatan Amien Rais ini sangat penting, sebab tidak dapat dipungkiri, memang ada sejumlah dosen bahkan profesor di lingkungan Muhammadiyah yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama. Pada CAP ke-262, kita membahas pemikiran seorang Profesor di Jawa Timur yang secara terbuka mengusulkan perlunya kampus-kampus Muhammadiyah menyelenggarakan studi-studi agama berbasis multikulturalisme; bukannya Studi Agama berbasis Tauhid.

Misalnya, ia mengusulkan, agar: ”Studi agama di Perguruan Tinggi Muhammadiyah perlu mempertimbangkan multikulturalisme dan modal sosial. Inti dari studi agama adalah mengembangkan pemahaman terhadap pelbagai dimensi yang terdapat dalam agama.” Katanya lagi, ”Studi agama berbasis multikulturalisme, dengan demikian, dapat diartikan sebagai suatu usaha mengembangkan mengembangkan pemahaman agama yang menghargai perbedaan dan kesediaan bekerjasama atas dasar persamaan kemanusiaan.”

Sang profesor juga mempromosikan gagasan Kesatuan Transendensi Agama-agama, seperti ditulisnya: ”Upaya mencari titik temu antarpelbagai kelompok agama secara lebih mendasar dikembangkan oleh seorang tokoh mistikus kontemporer Frithjop Schuon (1984). Gagasan Frithjop Schuon dikatakan lebih mendasar karena menjadikan dimensi transendental agam-agama. Bagi Frithjop Schuon, di balik perbedaan pada masing-masing agama, tetap ada peluang dipertemukan mengingat kesamaan pada dimensi transendentalnya. Semua agama, apapun bentuk eksoteriknya (tata cara beribadah, tempat ibadah, ungkapan-ungkapan bahasa agama, dan perbedaan bersifat simbolik lainnya), kata Frithjop Schuon, berjumpa pada ranah transendental, yaitu Tuhan. Inilah dimensi esoterik agama, sekaligus jantung semua agama (the heart of religion).”

Di Yogyakarta ada seorang profesor yang juga aktif di lingkungan Muhammadiyah dan sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama. Dalam sebuah bukunya yang berjudul Kesalehan Multikultural (2005), sang profesor dari UIN Yogya ini malah menolak Pendidikan Tauhid seperti yang dipahami kaum Muslim selama ini. Sebagai gantinya, dia mengajukan gagasan ’Pendidikan Islam Multikultural’. Ia menulis:

”Jika tetap teguh pada rumusan tujuan pendidikan (agama) Islam dan tauhid yang sudah ada, makna fungsional dan rumusan itu perlu dikaji ulang dan dikembangkan lebih substantif. Dengan demikian diperoleh suatu rumusan bahwa Tuhan dan ajaran atau kebenaran yang satu yang diyakini pemeluk Islam itu bersifat universal. Karena itu, Tuhan dan ajaran-Nya serta kebenaran yang satu itu mungkin juga diperoleh pemeluk agama lain dan rumusan konseptual yang berbeda. Konsekuensi dari rumusan di atas ialah bahwa Tuhannya pemeluk agama lain, sebenarnya itulah Tuhan Allah yang dimaksud dan diyakini pemeluk Islam. Kebenaran ajaran Tuhan yang diyakini pemeluk agama lain itu pula, sebenarnya yang merupakan kebenaran yang diyakini oleh pemeluk Islam.” (hal. 182-183).

Masih di Yogya, dalam bukunya yang berjudul Syariah Demokratik (2004), seorang dosen Muhammadiyah mengusulkan agar pendidikan agama di sekolah-sekolah Muhammadiyah diubah menjadi Pendidikan Agama Islam berbasis teologi agama-agama. Ia menulis: ”Pendidikan agama Islam (termasuk aqidah-akhlak) harus dirumuskan menjadi sebuah pendidikan yang menuju pendidikan teologi agama-agama. Pendidikan ini merupakan pendidikan yang diangkat dari nilai-nilai universal agama-agama, diangkat dari realitas lapangan sehingga tidak ”melangit” tetapi ”membumi”. Dengan rumusan pendidikan aqidah-akhlak yang berperspektif agama-agama, maka pendidikan Islam (aqidah-akhlak) akan menjadi sebuah pendidikan yang mampu merespon persoalan-persoalan kontemporer.” (hal. 285-286).

Tentang pendidikan akhlak, dia contohkan: ”Bahkan apabila dimungkinkan pendidik harus pula mengemukakan contoh yang datang dari orang yang tidak secara tegas mengatakan beragama Islam, Paus Johanes VII, Martin Luther, M.K. Gandhi, Sidharta Gautama, misalnya, atau siapa saja yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan.” (hal. 275).

Yang sangat terkenal juga sebagai penyokong berat paham pluralisme adalah seorang profesor yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah. Meskipun ia berulangkali menyangkal definisi pluralisme sebagai paham yang menyatakan, ”semua agama adalah sama”, tetapi faktanya, dia menjadi pendukung aktif kaum pluralis yang berpaham seperti itu. Sebagai contoh bisa dilihat dalam dukungan dan pujian sang profesor ini terhadap buku Argumen Pluralisme Agama, Membangun Toleransi Berbasis Al-Quran (2009), karya Abd Moqsith Ghazali. Terhadap karya ini, sang profesor yang juga alumnus Chicago University ini menulis: ”Al-Quran, jika dipahami secara jujur dan cerdas, bersikap lebih toleran dibandingkan dengan sikap sebagian umat Islam yang berpikir parsial. Intelektual muda Muslim Abd. Moqsith Ghzali telah bertungkus lumus meneliti pandangan Islam terhadap pluralisme agama berdasarkan dalil-dalil normatif dan historis yang dipahami secara adil dan proporsional, sebuah upaya akademik yang bernilai tinggi dan berjangkauan jauh.” (sampul belakang).

Padahal, dalam buku ini, Abd. Moqsith Ghazali secara telanjang memaparkan bagaimana pandangannya terhadap paham Pluralisme Agama yang pada dasarnya menyamakan kebenaran semua agama. Misalnya, ia mengutip QS al-Baqarah ayat 62 sebagai landasan untuk menyatakan, bahwa pemeluk agama apa pun – tanpa perlu beriman kepada Nabi Muhammad saw – tetap dapat menerima pahala dari Allah: ”Jika diperhatikan secara seksama, jelas bahwa dalam ayat itu tak ada ungkapan agar orang Yahudi, Nashrani, dan orang-orang Shabi’ah beriman kepada Nabi Muhammad. Dengan mengikuti pernyataan eksplisit ayat tersebut, maka orang-orang beriman yang tetap dengan keimanannya, orang-orang Yahudi, Nashrani, dan Shabi’ah yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta melakukan amal saleh – sekalipun tak beriman kepada Nabi Muhammad, maka mereka akan memperoleh balasan dari Allah. Pernyataan agar orang-orang Yahudi, Nashrani, dan Shabi’ah beriman kepada Nabi Muhammad adalah pernyataan para mufasir dan bukan ungkapan al-Quran. Muhammad Rasyid Ridla berkata, tak ada persyaratan bagi orang Yahudi, Nashrani, dan Shabi’ah untuk beriman kepada Nabi Muhammad.” (hal. 249).

Lebih jelas lagi, pada bagian kesimpulan, buku yang dipuji oleh sang Profesor ini menegaskan: ”Terhadap siapa saja yang beriman kepada Allah, meyakini Hari Akhir, dan melakukan amal kebajikan, al-Quran menegaskan bahwa mereka, baik beragama Islam maupun bukan, kelak di akhirat akan diberi pahala. Tak ada keraguan bahwa orang-orang seperti ini akan mendapatkan kebahagiaan ukhrawi. Ini karena, sebagaimana dikemukakan Muhammad Rasyid Ridla, keberuntungan di akhirat tak terkait dengan jenis agama yang dianut seseorang. Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa Waraqah ibn Naufal, seorang pendeta Kristen, akan masuk surga.” (hal. 392).

Tentu saja, kutipan pendapat Rasyid Ridla dan sabda Nabi Muhammad saw tersebut tidak benar. Rasyid Ridla tidak berpendapat seperti itu. Hal ini sudah beberapa kali kita bahas. Begitu juga, Waraqah adalah pendeta yang beriman kepada kenabian Muhammad saw, sebagaimana Najasyi. Jadi, kesimpulan dalam buku ini sangatlah keliru. Jika memang semua pemeluk agama apa pun dapat diterima amalnya dan mendapatkan pahala, tanpa memandang agamanya apa, lalu apa logikanya, Islam membedakan antara orang mukmin, kafir, muysrik, munafik, dan sebagainya? Untuk apa Rasulullah saw mengajak umat manusia, apapun agamanya, agar memeluk Islam, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah? Juga, bukankah agama-agama di dunia ini begitu banyak dan beragam jumlahnya?!

Karena itu, kesimpulan buku yang mempromosikan paham Pluralisme semacam ini, sangatlah naif dan absurd. Tetapi, justru profesor kenamaan yang mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah justru memuji-mujinya setinggi langit. Karena itu, bisa dipahami, jika seorang tokoh seperti Amien Rais kemudian melihat penyebaran paham Pluralisme di lingkungan Muhammadiyah oleh sejumlah oknum tersebut sudah kebablasan, sampai dia sampai pada kesimpulan: ”Apakah itu tukang sapu di kantor Muhammadiyah, apakah tukang pembawa surat di kantor Muhammadiyah, apakah profesor botak, sama saja. Kalau sudah tidak kerasan berbicara tauhid, mau dikemanakan Muhammadiyah?”

Kita berdoa, semoga Amien Rais, kita semua, dan para tokoh Muhammadiyah senantiasa dibimbing oleh Allah untuk dapat berpegang teguh pada kalimah Tauhid dan tidak terjerumus ke dalam paham-paham syirik dan kekufuran, meskipun paham itu dikemas dan dikemukakan dalam bahasa dan ungkapan-ungkapan yang menawan dan memukau banyak manusia.