Jumat, 27 Februari 2009

sinetron harem

Beberapa waktu yang lalu saya menonton sinetron Harem yang ditayangkan di Indosira. Sinetron itu katanya "Religi". Hmmmm Benarkah itu ????
Namun dalam kenyataanya jauh dari ajaran Islam yag sebenarnya yaitu melakukan adegan pukul, tampar, cekik, kata2 kasar seperti (bajingan, brengsek, kurang ajar,dll). sinetron ini juga inetron ini ga lebih sebagai alat propaganda untuk menjelek jelekan Islam, dan menambah stereotipe negatif pihak luar yang tak mengenal islam. Islam hanya akan cap sebagai " agama Kekerasan ".
Sinetron ini tidak mendidik, dan jauh dari norma, adat, budaya Indosesia. Bahkan KPI Minta Indosiar Perbaiki Sinetron ‘Hareem’, Sinetron Berbaju Islam tapi menyerang Islam.
Sinetron ini sepertinya memang dibikin Kontroversi agar masyarakat Indonesia timbul pro dan kontra sehingga scr tidal langsung akan menaikan rating dan iklan akan masuk banyak DALAM SINETRON ITU dan nanti ujung2nya Duit. atau motif ekonomi jelas sangat dalam sinetron ini...
Sinetron ini memnag religi namun tuhan yg dianut oleh produser,, sutradara ini bukan Allah SWT seperti Tuhan orang Islam.. melainkan Uang

Sistem Rating Tidak Mencerminkan Tontonan Masyarakat

Sistem rating dan share yang dipakai untuk menentukan program-program di TV selama ini tidak sepenuhnya mencerminkan tontonan masyarakat. Pada tahun ini konon rating yang paling banyak adalah tontonan cinta remaja dan seputar horor. Hampir semua stasiun TV berlomba-lomba menampilkan tayangan-tayangan yang hanya mengejar rating saja.

Jika tayangan tersebut ratingnya naik dan ditonton banyak masyarakat, maka otomatis iklan yang masuk diwaktu acara tersebut akan bertambah dan keuntungan dari acara tersebuat akan naik. Cara berpikir kapitalisme yang selalu dipakai oleh bangsa barat yang kemudian dipakai dan ditiru oleh para penguasa didalam lingkaran media yang ada di tanah air.

Salah satu contonya adalah ketika bulan Ramadhan beberapa waktu lalu. Hampir semua stasiun TV menampilkan acara sahur yang tidak bermutu tidak mendidik, tidak bermoral seperti Saatnya Kita Sahur di Trans TV, Empat Mata Sahur di Trans 7, Stasiun Ramadhan (STAR) di RCTI, dan masih banyak tayangan yang sejenis. Hampir semua isi tayangan didalam acara tersebut sama. Yaitu didalamnya terdapat acara hura-hura tentang obrolan, guyonan, tingkah laku yang kasar yang didalanya ada kuisnya kemudian dibumbui dengan adanya ayat-ayat suci Al-Quran.

Para stasiun TV seperti sudah didekte oleh rating sehingga mereka lupa bahwa mereka itu sedang menampilkan acara untuk acara Religi yang ditonton oleh umat Islam yang akan melakukan sahur, dengan beradegan dan berkata yang jauh dari ajaran-ajaran yang Islami. Mereka hanya memanfaatkan bulan Ramadhan hanya untuk mengeruk keuntungan pribadi mereka tanpa memikirkan aspek agama, social, moral, norma dan nilai didalam tayangan tersebut. Namun Mereka beranggapan bahwa tayangan tersebut mendapat rating yang sangat tinggi dan banyak penonton yang menyukai tayangan seperti itu.

Tayangan-tayangan yang tidak mendidik itu sebenarnya sudah ditegur oleh MUI. MUI berpendapat bahwa lawakan-lawakan slapstick itu tidak ada hubungnnnya dengan Ramadhan dan terlalu memanfaatkan kekuarangan orang sebagai lelucon atau laki-laki yang didandani sebagai perempuan ( Kompas, Minggu, 23 September 2007 ).

Masyarakat sekarang sebenarnya sudah bosan dengan adanya tayangan-tayangan yang tidak mendidik yang terlalu mengekspose terdapat kehidupan yang mewah-mewahan, unsur yang melanggar nilai agama, moral, social. Masyarakat sekarang juga jenuh dengan adanya acara yang tidak bermutu dan tidak bermoral. Namun karena tidak ada alternative pilihan acara yang bagus, dan bermoral maka masyarakat Indonesia mau tidak mau, setuju tidak setuju dan suka tidak suka, harus menonton acara tersebut. Karena memang hanya tayangan itu yang ada didalam masyarak saat ini. SCTV dan Metro TV salah satu contonya yang berani membuat terobosan baru. Kedua stasiun TV tersebut tidak menanyangkan acara yang terdapat acara hura-hura tentang obrolan, guyonan, tingkah laku yang kasar yang didalanya ada kuisnya kemudian dibumbui dengan adnya ayat-ayat suci Al-Quran. Justru mereka menampilkan acara yang mendidik yang sangat berguna dan bermanfaat untuk masyarakat. Metro TV menampilkan acara Tafsir Al-Misbah yang dibawakan KH Quraish Shihab, kemudian SCTV menampilkan sinetron Para Pencari Tuhan.

SCTV banyak mendapat pujian karena menampilkan acara yang sangat sehat dan orisinil yang disukai masyarakat. Didalamnya tidak terdapat kehidupan yang mewah-mewahan, unsur yang melanggar nilai agama, moral, social, dll. Melalui sinetron garapan Deddy Mizwar sinetron Para Pencari Tuhan berhasil sukses didalam masyarakat di Indonesia. Banyak masyarakat setiap hari selama Ramadhan membicarakan sinetron itu di pasar, kantor, sekolah, kampus, bahkan di masjid sekalipun seusai acara sholat taraweh dan kegiatan keagamaan lainnya.

Para Pencari Tuhan sendiri mengisahkan tentang tiga pemuda yang ketiganya adalah mantan narapidana yang ingin bertaubat yaitu nama dalam peran Juki ( mantan pemakai dan pengedar narkoba ), Chelsea ( mantan copet ), dan Barong ( mantan curanmor ). Ketiganya ingin mencari jalan yang benar dan ingin memperdalam ilmu agama Islam. Sinetron garapan PT Demi Gisela Citra Utama ini ceritanya tidak dibuat-buat, berdasarkan realita yang ada di masyarakat.

Dengan adanya program acara Para Pencari Tuhan menjadi alternative pilhan yang bagus yang ada didalam masyarakat. Masyarakat juga meninggalkan menonton acara slapstick yang tidak ada manfaatnya. Jadi tidak sepenuhnya benar jika suatu rating mewakili dan mencerminkan tontonan masyarakat. Karena terbukti Para Pencari Tuhan sukses diwaktu rating tentang acara slapstick yang sangat tinggi, dan ini juga sekaligus menepis bahwa masyarakat Indonesa selalu menyukai tayangan yang hura-hura, mewah-mewahan, yang mengumbar nafsu, tidak bermoral, dll.

Seperti teori Marxisme Klasik, teori ini menganggap bahwa kepemilikan media pada segelintir elit pengusaha telah menyebabkan patologi atau penyakit sosial. Dalam pemikiran ini, kandungan media adalah komoditas yang dijual di pasar, dan informasi yang disebarluaskan dikendalikan oleh apa yang pasar akan tanggung

(Fajar Junaedi S.Sos, M.Si, bahan kuliah Soskom ).

Seperti MNC mempunyai RCTI, TPI, dan Global TV, kemudian Trans Corp mempunyai Trans TV dan Trans 7 yang hampir menyiarkan program sama ketika Ramadhan, dan khususnya ketika sahur bisa dikatakan tidak mendidik.

Sekaramg ini diperlukan dan dibutuhkan tayangan yang sangat sehat yang mendidik, bermanfaat dan mencerdaskan semua lapisan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sekarang sudah meridukan tayangan-tayangan tersebut yang sekarang sudah sangat jarang dan sedikit sekali di Indonesia. Para industri media hanya memikirkan aspek ekonomi saja dengan menarik keuntungan dan pendapatan dari tayangan tidak berpikir dan tidak bertanggungjawab pada aspek moral, sosial, agama, dll.